Kamis, 24 Februari 2011

tembok raksasa cina

china-great-wall-of-china.jpg
Beberapa hari lalu, seorang teman menelpon saya. “Cepat lihat Metro TV,” katanya tergopoh-gopoh. Belum sempat saya tanyakan lebih jauh, telpon telah dia putus. Saya segera menyalakan layar tv dan menonton Metro. Ternyata ada acara berjudul Eas-West Connection—atau kurang lebih seperti itulah. Saya tidak ingat persis siapa saja yang hadir dalam ruangan, tapi yang jelas acara itu merupakan hasil kolaborasi MetroTV (Jakarta) dan VOA (Amerika). Pemandu dari Metro tak lain dari Najwa Shahab (atau Shihab?). Di kanannya ada Prof. Amien Rais dan di kininya ada Azyumardi Azra. Sementara nama pemandu dan panelis di seberang Atlantik tidak ada yang saya ingat.
Waktu saya mulai menonton, giliran Amien Rais mendapat pertanyaan dari Najwa, “Mengapa AS begitu dibenci di dunia Muslim, termasuk di Indonesia?” “Selagi Bush masih berkuasa, saya rasa sulit citra AS bisa pulih di dunia Islam,” jawab sang Rais. Kemudian Najwa menyodorkan hasil jajak pendapat yang mendukung amatan Amien.
Acara berjalan membosankan sampai muncul kejutan terbesar buat saya. Mungkin saya salah paham, tapi jelas saya tidak salah dengar. Tiba-tiba seseorang yang tidak asing lagi bagi saya tiba2 melontarkan hal2 aneh. Hampir2 saja saya pikir dia alien dari planet Mars. Katanya, “Mengapa Barat dan Islam tidak bersatu untuk melawan hegemoni Cina? Islam pada dasarnya adalah agama Barat, seperti halnya Yahudi dan Kristen.”
Selain jelas tidak relevan, pertanyaan ini sungguh aneh bin ajaib. Mengapa harus ada otak yang berpikir untuk melawan hegemoni ekonomi Cina yang baru sayup-sayup itu dengan memperkuat pelaku hegemoni paling agresif sepanjang sejarah manusia? Mengapa dia bisa begitu kedap terhadap hegemoni politik, ekonomi, budaya, media massa dan pemikiran Barat (yang diwakili oleh AS) dan sensitif terhadap Cina?
Ini bukan pertama kali dia menyatakan hal konyol seperti ini. Dalam suatu seminar di Yogya, saya pernah menyatakan bahwa ada budaya dan pemikiran yang membuat suatu bangsa menjadi agresif. Saya lalu membandingkan Cina dan Israel. Saya bilang, Cina adalah bangsa yang jumlah penduduknya berpuluh2 kali lipat Israel. Tapi, Cina tidak pernah menyerang bangsa dan negeri lain untuk tujuan menjajahnya. Kalau pun hal itu pernah terjadi, maka sepertinya kejadiann itu hanya untuk waktu sangat singkat. Bahkan, salah satu falsafah di balik pembuatan tembok Cina adalah pencegahan masuknya para penjajah ke Cina daratan.
Bandingkan dengan dengan bangsa Yahudi yang telah menduduki dan menjajah tanah air rakyat Palestina. Dalam waktu 60 tahun, Israel telah menambah beberapa kali lipat tanah yang dimiliknya dengan mencaplok tanah milik empat negara berdaulat (Mesir, Suriah, Lebanon, dan Yordania). Jadi, menurut saya, pemikiran atau budaya suatu bangsa akan mempengaruhi tingkat agresifitas suatu bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar